saya rasa ini benar-benar efek mengikuti Brevet A dan B di LPAP Widyatama. saya menjadi benar-benar mempunyai keinginan untuk membuat tulisan mengenai pajak. so tanpa basa basi, di artikel kali ini saya akan membahas mengenai cara penghitungan PPh Pasal 21 untuk OP
Tarif PPh Pasal 21
0-50.000.000 = 5%
50.00.000-250.000.000 = 15%
250.000.000-500.00.000 = 25%
500.000.000-selanjutnya = 30%
PTKP
Ketika menghitung PPh pasal 21 maka kita tidak mungkin lepas dari PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). PTKP sendiri dalam setahun dapat dibagi menjadi PTKP untuk WP (Rp18.840.000), untuk kawin (Rp1.320.000), untuk istri yang penghasilannya digabung (Rp15.840.000), dan untuk tanggungan maksimal 3 orang (Rp1.320.000 per tanggungan). yang dimaksud tanggungan disini adalah satu tingkat ke atas dan satu tingkat kebawah dalam garis keturunan yang vertikal dan berlaku juga untuk keluarga istri. artinya saudara-saudara baik itu kandung maupun bukan kandung tidak dapat menjadi tanggungan.
Norma dan Pembukuan
Untuk menghitung PPh pasal 21, kita dapat memakai cara penghitungan norma maupun cara pembukuan. Apabila obyek pajak memiliki omzet lebihdari 4,8 milyar per tahun maka mereka dapat memilih apakah memakai norma atau pembukuan sebagai cara penghitungan PPh. ketika obyek pajak sudah diatas 4,8 milyar per tahun maka obyek pajak tersebut wajib menggunakan pembukuan.
Penghitungan Norma
Sangat mudah untuk menghitung dengan cara norma.norma dipakai ketika subyek pajak melakukan suatu pekerjaan bebas. hal pertama yang dilakukan adalah mencari total pendapatan dan kemudian dikalikan dengan norma yang berlaku yang sesuai dengan pekerjaan bebas yang dilakukan oleh subyek pajak. hasil dari perkalian tersebut adalah laba netto. Laba netto yang telah didapat harus dikurangi PTKP. Hasil pengurangan tersebut adalah PKP (Pendapatan Kena Pajak) yang selanjutnya dikenakan oleh tarif PPh pasal 21 sesuai dengan jumlah PKP.
Penghitungan Pembukuan
Hal pertama yang dilakukan dengan pembukuan adalah menghitung total pendapatan yang didapat dari pekerjan bebas. Total pendapatan tersebut selanjutnya dikurangi total biaya yang diperkenankan untuk dijadikan penguran. Hasil dari pengurangan tersebut adalah laba netto yang selanjutnya dikurangi oleh PTKP sehingga menghasilkan PKP. setelah mendapatkan PKP, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah penyesuaian fiskal. Terdapat dua koreksi yaitu koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif menyebabkan nilai yang dikenakan pajak akan bertambah sedangkan koreksi negatif akan menyebabkan nilai yang dikenakan pajak semakin berkurang. Setelah melakukan penyesuaian fiskal tersebut, baru boleh dimasukkan ke tarif PPh pasal 21
Deductible dan Non-Deductible Expense
Deductible expense adalah beban-beban yang diperkenankan dijadikan sebagai pengurang dari laba yang didapat sedangkan non-deductible expense adalah beban-beban yang tidak diperkenankan dijadikan sebagai pengurang dari laba seperti yang diatur dalam UU perpajakan Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1. Pada umunya, yang dapat dijadikan sebagai deductible expense adalah beban-beban yang berhubungan dengan operasional perusahaan sedangkan non-deductible expense adalah beban-beban yang tidak berhubungan dengan operasional perusahaan juga termasuk PPh tanggungan
Kompensasi
Pada pasal PPh pasal 21 juga terdapat kompensasi atas kerugian yang didapat dari operasional perusahaan. suatu kerugian dapat dikompensasikan selama 5 tahun berturut terlepas dari ada atau tidaknya keutungan yang didapat dalam rentang 5 tahun tersebut. artinya ketika 5 telah berlalu maka kerugian tersebut tidak dapat dikompensasiskan lagi
so tunggu artikel tentang pajak berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar